PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan adalah seluruh
usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini
dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Ilmu
A. Zaman Purba (15 SM – 7 SIV)
Pada
dasarnya manusia di zaman purba hanyalah menerima semua peristiwa sebagai
fakta. Sekalipun dilaksanakan pengamatan, pengumpulan data dan sebagainya,
namun mereka sekadar menerima pengumpulan saja. Fakta-fakta hanya diolah sekadarnya, hanya untuk menemukan soal yang sama, yaitu common denominator, itu pun
barangkali tanpa sengaja, tanpa tujuan. Kalaupun ada penegasan atau keterangan,
maka keterangan itu senantiasa dihubungkan dengan dewa-dewa dan mistik. Oleh karena
itulah pengamatan perbintangan menjelma menjadi astrologi. pengamatan yang
dilakukan oleh manusia pada zaman purba, yang menerima fakta sebagai brute
factr atau on the face value, menunjukkan bahwa manusia di zaman purba masih
berada pada tingkatan sekedar menerima, baik dalam sikap maupun dalam pemikiran
(receptive attitude dan receptive mind) (Santoso,1977: 27).
Perkembangan
pengetahuan dan kebudayaan manusia pada zaman purba dapat diruntut jauh ke
belakang, bahkan sebelum abad 15 SM, terutama pada zaman batu. Pengetahuan pada
masa itu diarahkan pada pengetahuan yang bersifat praktis, yaitu pengetahuan
yang memberi manfaat langsung kepada masyarakat. Kapan dimulainya zaman batu
tidak dapat ditentukan dengan pasti, namun para ahli berpendapat bahwa zaman
batu berlangsung selama jutaan tahun.
Sesuai
dengan namanya, zaman batu, pada masa itu manusia menggunakan batu sebagai peralatan. Hal ini
tampak dari temuan- temuan seperti kapak yang digunakan untuk memotong
membelah. Selain menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu manusia pada
zaman itu juga menggunakan tulang binatang. Alat yang terbuat dari tulang
binatang antara lain digunakan
menyerupai fungsi jarum untuk menjahit. Ditemukannya benda- benda hasil
peninggalan pada zaman batu merupakan suatu bukti bahwa manusia sebagai makhluk
berbudaya mampu berkreasi untuk mengatasi tantangan alam sekitarnya.
Seiring
dengan perkembangan waktu, benda-benda yang
dipergunakan pun mengalami kemajuan dan perbaikan. Penemuan dilakukan
berdasarkan pengamatan, dan mungkin dilanjutkan dengan percobaan-percobaan
tanpa dasar, menuruti proses and error. Akhirnya, dari proses trial and error,
yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun inilah terjadi perkembangan
penyempurnaan pembuatan alat-alat yang digunakan, sehingga manusia menemukan
bahan dasar pembuatan alat yang baik, kuat serta hasilnya pun menjadi lebih
baik. Dengan demikian tersusunlah pengetahuan know how. Dalam bentuk know how itulah penemuan-penemuan tersebut
diwariskan pada generasi-generasi selanjutnya.
Perkembangan
kebudayaan terjadi lebih cepat setelah manusia menemukan dan menggunakan api
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan api untuk menghangatkan tubuh,
ketergantungan manusia akan iklim menjadi berkurang Api kemudian juga digunakan
untuk memasak dan perlengkapan dalam berburu. Di zaman yang lebih maju
nantinya, arti api menjadi lebih penting. Pengetahuan tentang proses pemanasan dan peleburan merintis jalan pada
pembuatan alat dari tembaga, perunggu dan besi. Dalam catatan sejarah misalnya, peralatan besi digunakan pertama kali di
Irak abad ke-15 SM (Brouwer,1982:6).
Perkembangan
pengetahuan secara lebih cepat terjadi beberapa ribu tahun sebelum Masehi.
peristiwa ini terjadi ketika manusia berada pada zaman batu muda. pada
masa ini mulailah revolusi besar dalam cara hidup manusia. Manusia mulai
mengenal pertanian, mengenal kehidupan bermukim (menetap), membangun rumah,
mengawetkan makanan, memulai irigasi, dan mulai beternak hewan. Pada masa itu juga telah muncul kemampuan menulis, membaca dan berhitung.
Dengan adanya kemampuan menulis, beberapa peristiwa penting dapat dicatat dan
kemudian dapat dibaca oleh orang lain sehingga akan lebih cepat disebarkan.
Kemampuan berhitung juga sangat menunjang perkembangan pengetahuan karena
catatan tentang suatu peristiwa menjadi lebih lengkap dengan data yang relatif
lebih teliti dan lebih jelas.
Menurut Anna
Poedjiadi (1987:28-32) pada zaman purba perkembangan pengetahuan telah tampak
pada beberapa bangsa, seperti Mesir, Babylonia, Cina dan India. Ada keterkaitan
saling pengaruh antara perkembangan pemikiran di satu wilayah dengan wilayah
lainnya. Pembuatan alat-alat perunggu di Mesir abad ke-17 SM memberi pengaruh
terhadap perkembangan yang diterapkan di Eropa. Bangsa Cina abad ke-15 SM juga
telah mengembangkan teknik peralatan perunggu di zaman Dinastii Shang,
sedangkan peralatan besi sebagai perangkat perang sudah dikenal pada abad ke-5 SM pada zaman Dinasti Chin. India memberikan surnbangsih yang besar dalam perkembangan matematik dengan
penemuan sistem bilangan desimal. Budhisme yang diadopsi oleh raja Asoka,
kaisar ketiga Di Mautya, telah menyumbangkan sistem bilangan yang menjadi titik
tolak perkembangan sistem bilangan pada zaman modern: India bahkan sudah
menemukan roda pemutar untuk pembuat tembikar pada abad ke-30 SM. Sayangnya
peradaban yang sudah maju itu
mengalami kepunahan pada abad ke-20 SM, baik yang disebabkan oleh bencana alam maupun oleh peperangan.
Secara umum
dapat dinyatakan bahwa pengetahuan pada zaman purba ditandai dengan adanya lima
kemampuan, yaitu (1) pengetahuan didasarkan pada pengalaman (empirical
knowledge (2) pengetahuan berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta
dengan sikap receptive mind, dan kalaupun ada keterangan
tentang fakta tersebut, maka keterangan itu bersifat mistis,magis dan religius;
(3) kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan
alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat
abstraksi; (4) kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan
atas sintesis terhadap abstraksi yang dilakukan; dan (5) kemampuan meramal
peristiwa-peristiwa fisis atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah
terjadi, misalnya gerhana bulan dan matahari (Santoso,1977: 27-28)
B.
Zaman Yunani (7 SM – 6 M)
Zaman Yunani
Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang
memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada
masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena Bangsa Yunani pada
masa itu tidak lagii mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak
dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (suatu
sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki
sesuatu secara kritis). Sikap
belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern.
Sikap kritis inilah menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir terkenal
sepanjang masa. Beberapa filsuf pada masa itu
antara lain Thales, Phytagoras, Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Zaman Kuno meliputi zaman
filsafat pra-Socrates di Yunani. Tokoh-tokohnya dikenal dengan nama filsuf
pertama atau filsuf alam. Mereka mencari unsur induk (arche) yang dianggap asal
dari segala sesuatu. Menurut
Thales arche itu air, Anaximandros berpendapat arche itu `yang tidak terbatas'
(to apeiron). Anaximenes arche itu
udara, Pythagoras arche itu bilangan, dan Heraklitos arche itu api, ia juga
berpendapat bahwa segala sesuatu itu terus mengalir (panta rhei). Parmenedes
mengatakan bahwa segala sesuatu itu tetap tidak bergerak. (Lasiyo dan
Yuwono,1985: 52)
1. Zaman keemasan filsafat Yunani
Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik filsafat dapat
berkembang dengan baik. Ada segolongan kaum yang pandai berpidato (rethorika)
dinamakan kaum sofis. Mereka mengajarkan pengetahuan pada kaum muda. menjadi
objek penyelidikannya bukan lagi alam tetapi manusia, sebagaimana yang
dikatakan oleh Pythagoras, manusia adalah
ukuran untuk segala-galanya. Hal ini ditentang oleh Socrates dengan
mengatakan bahwa yang- benar dan yang baik dipandang sebagai nilai-nilai
objektif yang dijunjung tinggi oleh semua orang. Akibat ucapannya tersebut Socrates dihukum mati.
Hasil pemikiran Socrates dapat
ditemukan pada muridnya Plato. Dalam filsafatnya Plato mengatakan: realitas
seluruhnya terbagi atas dua dunia yang hanya terbuka bagi
panca indra dan dunia yang hanya terbuka bagi rasio kita.
Dunia yang pertama adalah dunia jasmani dan yang kedua dunia ide.
Pendapat tersebut dikritik
oleh Aristoteles dengan mengatakan
bahwa yang ada itu adalah manusia-manusia yang konkret “ide manusia' tidak
terdapat dalam kenyataan”. Aristoteles adalah filosof realis, dan sumbangannya
pada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Sumbangan yang sampai sekarang
masih digunakan dalam ilmu pengetahuan adalah mengenai abstraksi, yakni
aktivitas rasional di mana seseorang memperoleh pengetahuan. Menurut
Aristoteles ada tiga macam abstraksi, yakni abstraksi fisis, abstraksi
matematis, dan metafisis.
Abstraksi yang ingin menangkap
pengertian dengan membuang unsur-unsur individual untuk mencapai kualitas
adalah abstraksi fisis. Sedangkan abstraksi di mana subjek menangkap unsur kuantitatif dengan menyingkirkan unsur
kualitatif disebut abstraksi matematis. Abstraksi di mana seseorang menangkap
unsur-unsur yang hakiki dengan mengesampingkan unsur-unsur lain disebut
abstraksi metafisis. (Harry Hamersma,1983)
Teori Aristoteles yang cukup terkenal adalah tentang materi dan bentuk.
Keduanya merupakan prinsip-prinsip metafisis, materi adalah prinsip yang tidak
ditentukan, sedangkan bentuk adalah prinsip yang menentukan. Teori ini terkenal
dengan sebutan Hylemorfisme. (K. Bertens,1988:11-16)
2. Masa Helinistis dan Romawi
Pada zaman Alexander Agung telah berkembang sebuah kebudayaan trans
nasional yang disebut kebudayaan Helinistis, karena kebudayaan Yunani tidak
terbatas lagi pada kota-kota Yunani saja, tetapi mencakup juga seluruh wilayah yang ditaklukkan Alexander Agung.
Dalam bidang filsafat, Athena tetap merupakan suatu pusat yang penting, tetapi
berkembang pula pusat-pusat intelektual lain, terutama kota Alexandria.
Akhirnya ekspansi Romawi meluas sampai ke wilayah Yunani, itu tidak berarti
kesudahan kebudayaan dan filsafat Yunani, karena kekaisaran Romawi pun pintu
dibuka lebar untuk menerima warisan kultural Yunani.
Dalam bidang filsafat tetap
berkembang, namun pada saat itu tidak ada filsuf yang sungguh-sungguh besar
kecuali Plotinus.
Pada masa ini muncul beberapa
aliran berikut.:
a. Stoisisme
Menurut paham ini jagat raya
ditentukan oleh kuasa-kuasa yang disebut Logos. Oleh karena itu, segala kejadian berlangsung menurut ketetapan yang tidak
dapat dihindari.
b. Epikurisme
Segala-galanya
terdiri atas atom-atom yang senantisa bergerak. Manusia akan bahagia jika mau
mengakui susunan dunia ini dan tidak boleh takut pada dewa-dewa.
c.Skeptisisme
Mereka
berpikir bahwa bidang teoretis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap
umum mereka adalah kesangsian
d.
Eklitisisme
Suatu
kecenderungan umum yang mengambil berbagai unsur filsafat dari aliran-aliran
lain tanpa berhasil mencapai suatu Pemikiran yang sungguh-sungguh.
e. Neo Platonisme
Paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato. Tokohnya adalah
Plotinus. Seluruh filsafatnya berkisar pada Allah sebagai yang satu. Segala
sesuatu berasal dari `yang satu` dan ingin kembali kepada-Nya. (K.
Bertens,1988:16-18)
B.
Pembagian Ilmu
Ilmu pengetahuan adalah semua usaha untuk
menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia.
Pembagian Ilmu Pengetahuan :
– Ilmu Alamiah,
– Ilmu Sosial,
– Ilmu Budaya.
Pengertian.
§
Ilmu Alamiah adalah ilmu yang mempelajari alam
dan manusia serta seluruh isi nya dan merupakan pengetahuan yang mengkaji
tentang gejala-gejala dalam alam semesta. Bisa juga siebut IPA (ilmu
pengetahuan alam). Contohnya seperti peristiwa bencana alam, yaitu banjir,
gempa bumi, tsunami.
§
Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari semua
aspek kemanusiaan atau metode ilmiah untuk mempelajari aspek-aspek yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Bisa juga disebut IPS
(ilmu pengetahuan sosial).
contohnya seperti kegiatan-kegiatan sosial dan komunikasi antar sesama anggota atau kelompok.
contohnya seperti kegiatan-kegiatan sosial dan komunikasi antar sesama anggota atau kelompok.
§
Ilmu Budaya adalah suatu ilmu yang mempelajari
dasar-dasar atau pengetahuan yang dapat memberikan pengertian umum tentang
konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan
kebudayaan. Contoh seperti budaya betawi saat melamar yang dipersiapkan:
1. Sirih lamaran
2. Pisang raja
3. Roti tawar
4. Hadiah Pelengkap
5. Para utusan yang tediri atas: Mak
Comblang, Dua pasang wakil orang tua dari calon tuan mantu terdiri dari
sepasang wakil keluarga ibu dan bapak.
Perbedaan Ilmu Alamiah, Sosial dan Budaya.
– ilmu alamiah lebih ditekan kan dengan
gejala-gejala kehidupan alam semesta,
– ilmu sosial lebih ke soal interaksi
antar sesama manusia.
– ilmu budaya lebih menunjukkan
konsep-konsep untuk mengkaji masalah-masalah manusia.
3. Karakteristik Ilmu
Ilmu memiliki pula karakteristik
atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan
beberapa ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan
merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa
terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara
pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa
ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif (Uyoh
Sadulloh,1994:44).
Sementara, dari apa yang
dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang pengertian ilmu dapat
didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak
kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan
ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat.
Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui
pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan
keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan
tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi
atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal
Sementara itu, Ismaun (2001)
mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut : (1) obyektif;
ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan
pada emosional subyektif, (2) koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak
kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable; produk dan cara-cara
memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan
(reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu
dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi,
baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki generalisasi;
suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6) akurat; penarikan
kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat
melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas
kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar