Sara (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) adalah berbagai pandangan
dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan,
agama, kebangsaan atau kesukuan, dan golongan. Setiap tindakan yang melibatkan
kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan pada identitas diri dan
golongan dapat dikatakan sebagai tindakan sara. Tindakan ini mengibiri dan
melecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak dasar yang melekat pada manusia.
1. Kategori Sara
- Individual
Merupakan tindakan
sara yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Termasuk di dalam kategori
ini adalah tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi,
melecehkan dan menghina identitas diri ataupun golongan.
- Institusional
Merupakan tindakan
sara yang dilakukan oleh suatu institusi, termasuk Negara, baik secara langsung
maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat diskriminatif
dalam struktur organisasi maupun kebijakannya.
- Kultural
Merupakan penyebaran
mitos, tradisi dan ide-ide diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.
2.
Suku
Suku adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya
mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis
keturunan yang dianggap sama. Identitas suku
ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut
seperti kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis.
3. Agama
Agama
adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan
pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari
kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan
sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau
menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka
tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum
agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar
4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku,
kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan,
tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktek agama juga dapat mencakup ritual,
khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival,
pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa,
musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia.
Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik,
ekonomi dan budaya. Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326
penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu,
0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab
atau tidak ditanyakan.
4.
Ras
Ras (dari
bahasa Prancis: race,
yang sendirinya dari bahasa Latin:
radix, "akar") adalah suatu sistem klasifikasi
yang digunakan untuk mengkategorikan manusia dalam populasi atau kelompok besar
dan berbeda melalui ciri fenotipe, asal usul geografis, tampang jasmani dan kesukuan
yang terwarisi. Di awal abad ke-20 istilah ini sering digunakan dalam arti biologis
untuk menunjuk populasi manusia yang beraneka ragam dari segi genetik dengan
anggota yang memiliki fenotipe (tampang luar) yang sama.
5.
Konflik
Menurut Ralf Dahrendorf konflik merupakan fenomena
yang selalu hadir (Inherent omni-presence) dalam setiap masyarakat manusia.
Menurutnya, perbedaan pandangan dan kepentingan diantara keompok-kelompok
masyarakat tersebut merupakan hal yang cenderung alamiah dan tidak
terhindarkan. Namun pihak yang menolak sudut pandang itu mengatakan bahwa akan
menjadi persolan besar tatkala cara untuk mengekspresikan perbedaan kepentingan
diwujudkan dalam ekspresi yang tidak demokratis dan merusak melalui penggunaan
cara kekerasan fisik.
5.1.
Faktor Penyebab Konflik
- Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya,
setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan
lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang
nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan
pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
- Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan,
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu,
pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan
membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu
pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu,
misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena
perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang
memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati
sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi,
tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat
pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan
konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat
industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang
disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.
5.2. Macam-macam
konflik
- Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)).
- Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank)
- Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa)
- Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
- Konflik antar atau tidak antar agama Konflik antar politik.
5.3.
Rasisme
Salah satu
contoh konflik sosial adalah rasisme. Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang
menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan
pencapaian budaya atau individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan
memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.
Beberapa
orang menggunakan istilah rasisme untuk merujuk pada preferensi terhadap
kelompok etnis tertentu sendiri (etnosentrisme), ketakutan terhadap orang asing
(xenofobia), penolakan terhadap hubungan antar ras (miscegenation), dan
generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu (stereotipe).
Salah satu contoh paling nyata dari tindakan
rasis adalah politik apartheid di Afrika Selatan, yaitu kebijakan yang
menyangkut pelayanan penduduk dengan mengutamakan golongan kulit putih dan
menindas golongan kulit hitam. Meski
kebijakan politik apartheid tersebut telah musnah di Afrika Selatan beberapa
tahun lalu.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar